NEISSERIA
GONORRHOEAE (GONOKOKUS)
Merupakan
salah satu spesies dari famili Neisseriaceae. Gonokokus adalah kokus
gram-negatif yang biasanya tidak berpasangan atau berkoloni paling kecil dan
bersifat patogen pada manusia, serta secara khas ditemukan bersama atau di
dalam sel PMN.
Gonokokus
hanya meragi glukosa dan secara antigenik berbeda dengan Neisseria
lainnya. Cenderung tumbuh lambat pada biakan primer, karena membutuhkan
arginin, hipoxantin dan urasil. Pada isolasi bahan klinis (subbiakan selektif)
mempunyai koloni khas mengandung bakteri berpili, sedangkan pada subbiakan
nonselektif membentuk koloni besar dan tidak berpili. Juga ditemukan varian
koloni transparan, bertipe koloni kecil disebabkan protein II permukaan terbuka
(Opa) maupun besar.
MORFOLOGI DAN
IDENTIFIKASI
A.
Ciri Khas Organisme
Diplokokus
gram-negatif, tidak bergerak, diameternya ± 0,8 μm. Apabila soliter berbentuk
ginjal dan bila berpasangan, bagian rata (cekung) saling berdekatan.
B.
Biakan
Jika
ditanam pada biakan diperkaya (misalnya; Mueller-Hinton modifikasi Thayer-Martin)
dalam 48 jam akan membentuk koloni mukoid cembung, mengkilat, menonjol
(diameter 1-5 mm), transparan (opak), tidak berpigmen dan nonhemolitik.
C.
Sifat Pertumbuhan
Paling
baik tumbuh pada lingkungan Aerob, mengandung zat organik kompleks seperti darah
dipanaskan, hemin atau protein hewan dan dalam atmosfer yang mengandung CO2
5%. Memiliki persyaratan kompleks pertumbuhan, meragikan glukosa, membentuk
asam, tetapi tidak menghasilkan gas. Menghasilkan oksidase dan memberi reaksi
oksidase (+).
Pertumbuhan
dihambat oleh beberapa unsur toksik didalam pembenihan (misalnya asam lemak dan
garam). Cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah dan
disinfektan. Menghasilkan enzim autolitik yang cepat mengakibatkan pembengkakan
dan lisis in vitro pada 25°C dan pH basa.
STRUKTUR ANTIGEN
Secara
antigenik bersifat heterogen dan dapat mengubah struktur permukaannya in vitro
atau in vivo untuk menghindari pertahanan inang.
A.
Pili
Alat
mirip rambut yang dibangun oleh tumpukan protein Pilin (BM 17.000-21.000)
menjulur ke luar beberapa mikrometer dari permukaan Gonokokus yang membantu
perlekatan pada sel inang dan resistensi terhadap fagositosis. Pada ujung N
molekul Pilin mengandung banyak asam amino hidrofobik. Rangkaian asam amino
dekat bagian tengah molekul berguna untuk melekat pada sel inang dan kurang
berguna untuk respon imun. Urutan asam amino dekat ujung karboksi sangat
variabel dan sangat berperan dalam respon imun. Pilin pada semua strain
Gonokokus berbeda secara antigenik dan satu strain dapat membuat berbagai pilin
yang secara antigenik berbeda.
B.
Por (Protein I)
Menjulur
dari selaput sel Gonokokus dan terdapat dalam bentuk trimer untuk membentuk
pori di permukaan, tempat masuknya beberapa nutrien ke dalam sel dengan bobot
molekul 34.000-37.000. Setiap strain Gonokokus hanya memiliki satu tipe Por,
tetapi Por dari strain lain secara antigenik berbeda. Penentuan tipe secara
serologi alam laboratorium terhadap Por oleh reaksi aglutinasi dengan antibodi
monoklonal berhasil membedakan 18 serovar PorA dan 28 serovar PorB.
C.
Opa (Protein II)
Berfungsi
untuk pelekatan gonokokus di dalam koloninya dan pelekatan pada sel inang. Satu
bagian molekul Opa (BM 24.000-32.000) terdapat pada selaput luar Gonokokus dan
sisanya pada permukaan, dari koloni opak tetapi pada koloni transparan dapat
ada atau tidak. Satu strain Gonokokus kadang dapat memiliki hingga tiga tipe
Opa, meskipun setiap strain mempunyai sepuluh atau lebih gen tiap Opa.
D.
Rmp (Protein III)
Protein
reduksi yang dapat dimodifikasi dan mengalami perubahan pada berat molekulnya
(BM ~ 33.000) ketika tereduksi, secara antigenik dalam semua Gonokokus. Rmp
bekerja sama dengan Por dalam pembentukan pori pada permukaan sel.
E.
Lipooligosakarida (LOS)
LOS
(BM 3.000 – 7.000) tidak mempunyai rantai samping antigen O panjang disebut
Polisakarida. Gonokokus apat memiliki lebih
dari satu rantai LOS yang
berbeda antigennya. Racun
infeksi terutama disebabkan pengaruh endotoksik LOS.
F.
Protein Lain
Beberapa
protein antigen Gonokokus belum diketahui patogenesisnya. Lip (H8)
adalah protein permukaan terbuka yang dapat berubah oleh panas. Fbp
(terikat Fe, BM~Por) diekspresikan bila pasokan besi terbatas (infeksi). Protease
IgA1 yang memecahkan dan menonaktifkan IgA1, imunoglobulin
mukosa utama manusia.
GENETIKA DAN KEANEKAAN
ANTIGEN
Gonokokus
telah mengembangkan mekanisme yang berbeda-beda untuk sering berganti antigen
yang berfungsi penting dalam respon imun infeksi untuk membantu menghindari
sistem imun inang, tiap satu dari 103 Gonokokus (Pilin, Opa atau
Lipopolisakarida) pada permukaan molekul yang sama dan terbuka.
Banyak
gen penyandi Pilin, tetapi hanya satu gen yang disisipkan ke situs ekspresi.
Gonokokus dapat membuang dan mengganti semua atau sebagian gen Pilin. Mekanisme
Pilin memungkinkan Gonokokus membentuk berbagai molekul Pilin dengan antigen
berbeda sepanjang waktu. Mekanisme perubahan Opa melibatkan sekurang-kurangnya
sebagian, penambahan atau pembuangan DNA satu atau lebih ulangan pentamer yang
mendahului urutan penyandi struktur Opa.
Gonokokus
mengandung plasmid; 95% strain berplasmid “Cryptic” kecil (BM 2,4 x106)
yang fungsinya tidak diketahui, dua plasmid lainnya (BM 3,4 x106 dan
4,7 x106) mengandung gen penyandi produksi β-Laktamase, penyebab resistensi
terhadap penisilin dan dapat dipindahkan dengan konjugasi di antara bakteri
Gonokokus. Sering ditemukan Gonokokus resistensi terhadap tetrasiklin akibat
penyisipan gen streptokokus penyandi resistensi terhadap tetrasiklin ke dalam
plasmid yang berkonjungasi.
PATOGENESIS, PATOLOGI
DAN GAMBARAN KLINIK
Gonokokus
menunjukkan beberapa tipe morfologi koloni dan hanya bakteri berpili yang virulen.
Koloni opak Gonokokus menghasilkan Opa diisolasi dari pria penderita uretritis
simptomatik dan biakan serviks rahim. Koloni transparan sering diisolasi dari
pria penderita infeksi uretra asimptomatik, wanita yang sedang haid dan gonore
bentuk invasif, termasuk salpingitis dan infeksi yang tersebar luas. Tipe
koloni yang dibentuk oleh satu strain Gonokokus akan berubah-ubah selama siklus
menstruasi.
Gonokokus
menyerang selaput lendir saluran genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan,
mengakibatkan supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan diikuti
peradangan kronis dan fibrosis. Pada pria terdapat urethritis, dengan nanah
berwarna krem dan nyeri waktu kencing, serta dapat menjalar ke
epididimis. Pada infeksi yang tidak diobati, sementara supurasi mereda, terjadi
fibrosis yang kadang mengakibatkan sumbatan urethra yang dapat tanpa gejala.
Pada wanita, infeksi primer terjadi di endoserviks, meluas ke urethra dan
vagina mengakibatkan sekret mukopurulen. Infeksi kemudian menjalar ketuba uterina
dan menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi. Infertilitas terjadi pada
20% wanita penderita salpingitis. Servisitas kronis atau proktisis akibat
Gonokokus sering asimtomatik.
Bakteremia
Gonokokus mengakibatkan lesi kulit (terutama papula hemoragik dan pustula),
serta tenosinovitas dan artritis supuratif ekstremitas. Endokarditis Gonokokus
tidak umum, tetapi menyebabkan infeksi hebat. Kadang menyebabkan meningitis dan
infeksi mata pada orang dewasa. Oftalmia neonatorum gonokokus, infeksi
mata pada bayi baru lahir, karena melewati jalan lahir yang terinfeksi dan
menyebabkan kebutaan.
Gonokokus
penyebab infeksi lokal sering peka terhadap serum tetapi relatif resisten
terhadap obat antimikroba. Sebaliknya, Gonokokus yang masuk ke dalam aliran
darah dan menyebabkan infeksi yang menyebar biasanya resisten terhadap serum
tetapi peka terhadap penisilin dan obat antimikroba lainnya serta berasal dari
auksotipe yang memerlukan arginin, hipoxantin dan urasil untuk pertumbuhannya.
TES DIAGNOSTIK
LABORATORIUM
A.
Bahan
Nanah
dan sekret diambil dari urethra, serviks, rektum, konjungtiva, tenggorokan atau
cairan sinovial untuk biakan dan sediaan. Untuk penyakit sistemik sistem biakan
khusus lebih berguna karena Gonokokus peka terhadap polianetol sulfonat pada
pembenihan biakan darah standar.
B.
Sediaan Hapus
Sediaan
pewarnaan Gram eksudat urethra atau endoserviks memperlihatkan banyak
diplokokus di dalam sel nanah sebagai diagnosis presumtif. Sediaan apus eksudat
urethra pria bersensitivitas 90% dan spesifisitas 99%, dan sediaan apus
eksudat endoserviks mempunyai sensitivitas 50% dan spesifisitas 95%. Sediaan
apus berwarna pada eksudat konjungtiva juga dapat terdiagnostik, tetapi bahan
dari tenggorokan dan rektum umumnya tidak membantu.
C.
Biakan
Nanah
(lendir) digoreskan pada biakan selektif diperkaya (misalnya, pembenihan
modifikasi Thayer-Martin) dan dieramkan dalam atmosfer mengandung CO2
5% pada suhu 37°C. Untuk menghindari pertumbuhan berlebihan oleh kontaminan,
biakan sebaiknya mengandung obat antimikroba. 48 jam setelah pembiakan, dapat
teridentifikasi dari pewarnaan Gram, hasil oksidase (+) dan tes koagulasi,
serta imunofluoresensi. Spesies bakteri subbiakan dapat ditentukan reaksi
peragian.
D.
Serologi
Serum
dan cairan genital mengandung IgG dan IgA terhadap pili Gonokokus, protein
selaput luar dan LPS yang dapat ditentukan dengan tes Immunoblotting,
radioimunoasai dan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Namun
kurang berguna, karena keanekaan antigen Gonokokus, tertundanya pembentukan
antibodi infeksi akut dan tingkat antibodi yang tinggi dalam populasi aktif
secara seksual. Beberapa IgM serum bersifat bakterisidal terhadap Gonokokus in
vitro.
IMUNITAS
Infeksi
Gonokokus berulang secara umum, karena imunitas pelindung terhadap reinfeksi
tidak terbentuk. Meskipun ada antibodi, IgA dan IgG pada permukaan selaput
lendir, antibodi tersebut sangat strain spesifik atau lemah daya
perlindungannya.
PENCEGAHAN DAN
PENGEDALIAN
Gonore
tersebar luas diseluruh dunia dan insidennya terus meningkat tiap tahunnya.
Infeksinya ditularkan melalui kontak seksual (Infektivitas 20-30%),
terutama pria-wanita infeksi asimtomatik. Infeksi dapat dikurangi dengan
menghindari hubungan seksual dengan banyak pasangan, pembasmian dengan
diagnosis dini dan pengobatan, serta penemuan kasus dengan penyaringan penduduk
beresiko tinggi dan pendidikan. Profilaksis mekanik (kondom) memberikan
proteksi sebagian dan Kemoprofilaksis dapat menimbulkan peningkatan resistensi
terhadap antibiotika.
Upaya mencegah penularan dan
penyebaran PMS, termasuk Gonorrhea, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae dengan melokalisasi PSK wanita agar mudah dilakukan pembinaan,
pemeriksaaan kesehatan dan pengobatan rutin oleh Dinas Kesehatan ternyata tidak
dapat mencegah meluasnya penularan penyakit ini, terbukti sebanyak 76,9 % PSK
wanita menderita penyakit Gonorrhea pada saluran genitalnya. Kegagalan upaya
pemberantasan penyakit ini antara lain disebabkan oleh:
1.
PSK wanita
seringkali keluar dan masuk lokalisasi di daerah lain tanpa pengawasan yang
ketat, sehingga menyulitkan pembinaan.
2.
Buruknya kesadaran
PSK wanita untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya.
3.
Ketidakmauan lelaki
untuk menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan PSK wanita.
4.
Kebiasaan penderita
gonorrhea (PSK wanita dan konsumennya) membeli dan menggunakan antibiotika
secara sembarangan yang memicu timbulnya resistensi bakteri Neisseria
gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotika (Penicillin, Tetrasiklin,
Ciprofloxacin).
Pencegahan yang efektif adalah
dengan perilaku seks yang aman, yaitu setia dengan satu pasangan yang sah,
tidak berganti-ganti pasangan seksual, memakai kondom bila melakukan hubungan
seksual dengan orang / pasangan yang beresiko tinggi, misalnya PSK wanita.
Pengentasan PSK wanita dari lokalisasi juga harus dilakukan agar salah satu
sumber rantai penularan dapat diputus. Perlu juga dilakukan konseling pranikah,
screening awal terhadap calon pengantin terhadap keberadaan PMS termasuk
gonorrhe
PENGOBATAN
Meluasnya
pemakaian penisilin, resistensi Gonokokuspun timbul karena seleksi mutan
kromosom, sehingga banyak strain memerlukan penisilin G kadar tinggi (MIC≥1μg/mL)
untuk menghambatnya. Gonokokus penghasil penisilin (PPNG) juga meningkat
prevalensinya. Sering ditemukan bentuk resisten terhadap tetrasiklin yang
diperantarai secara kromosom berkadar tinggi (MIC ≥32μg/mL) dan
resistensi spektinomisin dan antimikroba lainnya.
Pelayanan
Kesehatan Masyarakat AS menganjurkan infeksi genital atau rektal yang tidak
berkomplikasi diobati intramuskular dengan seftriakson 250 mg dosis tunggal.
Terapi tambahan dengan doksisiklin 100 mg, oral dua kali sehari selama 7
hari, bagi yang disertai infeksi klamidia dan pada wanita hamil.
Diberikan juga eritromisin basa 500 mg, oral empat kali sehari selama 7 hari.
Pada
pria penderita uretritis, setelah pengobatan terlihat kesembuhan klinis nyata
tidak perlu dibuktikan dengan biakan. Pada infeksi lainnya, harus diikuti
tindak-lanjut, karena sering diikuti penyakit kelamin lainnya
Pengobatan gonore biasanya dengan
suntikan tunggal seftriakson intramuskuler (melalui otot) atau dengan pemberian
antibiotik per-oral (melalui mulut) selama 1 minggu (biasanya diberikan
doksisiklin). Jika gonore telah menyebar melalui aliran darah, biasanya
penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotik intravena (melalui
pembuluh darah, infuse.)
Terapi obat untuk gonorrhea akibat
meningkatnya galur PPNG (Penisilinase Producing N. gonorrhoeae) adalah dengan
menggunakan antibiotika golongan Quinolon, Spektinomisin, Kanamisin, Tiamfenikol
dan Sefalosphorin. Karena cepatnya timbul resistensi terhadap antibiotika yang
lebih tinggi maka pengobatan gonorrhea dengan Penisilin dan derivatnya serta
golongan Quinolon perlu ditinjau efektifitasnya.
INFEKSI GONORRHEA
Definisi
Gonore
merupakan penyakit kelamin yang bersifat akut yang pada permulaan keluar nanah
dari orifisium uretra eksternum sesudah melakukan hubungan kelamin. Gonore juga
merupakan infeksi menular seksual tertua yang pernah dilaporkan dalam berbagai
literatur.
Penyebab
gonore adalah kuman gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan
baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria
dan dikenal ada 4 spesies yaitu
1. Neisseria gonorrhoeae
2. Neisseria meningitides
3. Neisseria pharyngis
4. Neisseria catarrhalis
N.gonorrhoeaea dan N.meningitidis
bersifat pathogen sedangkan yang dua lainnya bersifat komensalisme.
Neisseria merupakan cocus gram
negatif yang biasanya berpasangan. Secara umum ciri-ciri neisseriae adalah
bakteri gram negatif, diplokokus non motil, berdiameter mendekati 0,8 μm.
Masing-masing cocci berbentuk ginjal; ketika organisme berpasangan sisi yang
cekung akan berdekatan. Bakteri ini adalah patogen pada manusia dan biasanya
ditemukan bergabung atau di dalam sel polimorfonuklear. Pada gonococci memiliki
70% DNA homolog, tidak memiliki kapsul polisakarida, memiliki plasmid.
Gonococci paling baik tumbuh pada media yang mengandung substansi organik yang
kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin, protein hewan dan dalam ruang
udara yang mengandung 5% CO2. Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda
dari neisseriae lain. Gonococcus biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil
dibandingkan neisseria lain.
Patogenesis
Gonococci menyerang membran selaput lendir
dari saluran genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah
akut yang mengarah ke invasi jaringan; hal yang diikuti dengan inflamasi kronis
dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra, nanah berwarna
kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing. Infeksi urethral pada
pria dapat menjadi penyakit tanpa gejala. Pada wanita, infeksi primer terjadi
di endoserviks dan menyebar ke urethra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan
mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterina, menyebabkan salpingitis,
fibrosis dan obliterasi tuba.
Bakterimia yang
disebabkan oleh gonococci mengarah pada lesi kulit (terutama Papula dan Pustula
yang hemoragis) yang terdapat pada tangan, lengan, kaki dan tenosynovitis dan
arthritis bernanah yang biasanya terjadi pada lutut, pergelangan kaki dan
tangan. Endocarditis yang disebabkan oleh gonococci kurang dikenal namun
merupakan infeksi yang cukup parah. Gonococci kadang dapat menyebabkan
meningitis dan infeksi pada mata orang dewasa; penyakit tersebut memiliki
manisfestasi yang sama dengan yang disebabkan oleh meningococci.
Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal sering
peka terhadap serum tetapi relatif resisten terhadap obat antimikroba.
Sebaliknya, gonococci yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi
yang menyebar biasanya resisten terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin
dan obat antimikroba lainnya serta berasal dari auksotipe yang memerlukan
arginin, hipoxantin, dan urasil untuk pertumbuhannya
Gejala Klinis
Masa
tunas sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-5 hari,
kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati sendiri tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar
sehingga tidak diperhatikan oleh penderita.
Gejala
dan tanda pada pasien laki-laki dapat muncul 2 hari setelah pajanan dan mulai
dengan uretritis, diikuti oleh secret purulen, disuria dan sering berkemih
serta malese. Sebagian besar laki-laki akan memperlihatkan gejala dalam 2
minggu setelah inokulasi oleh organisme ini. Pada beberapa kasus laki-laki akan
segera berobat karena gejala yang mengganggu.
Pada
perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan sekret
vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak edematosa dan rapuh
dengan drainase mukopurulen dari ostium. Perempuan yang sedikit atau tidak
memperlihatkan gejala menjadi sumber utama penyebaran infeksi dan beresiko
mengalami penyulit. Apabila tidak diobati maka tanda-tanda infeksi meluas
biasanya mulai timbul dalam 10-14 hari. Tempat penyebaran tersering pada
perempuan adalah pada uretra dengan gejala uretritis, disuria, dan sering
berkemih. Pada kelenjar bartholin dan skene menyebabkan pembengkakan dan nyeri.
Infeksi yang menyebar ke daerah endometrium dan tuba falopii menyebabkan
perdarahan abnormal vagina, nyeri panggul dan abdomen dan gejala-gejala PID
progresif apabila tidak diobati.
Infeksi
ekstragenital yang bersifat primer atau sekunder lebih sering ditemukan karena
perubahan perilaku seks. Infeksi gonore di faring sering asimtomatik tetapi
dapat juga menyebabkan faringitis dengan eksudat mukopurulen, demam, dan
limfadenopati leher. Infeksi gonore pada perianus biasanya menimbulkan rasa
tidak nyaman dan gatal ringan atau menimbulkan ekskoriasi dan nyeri perianus
serta sekret mukopurulen yang melapisi tinja dan dinding rektum.
Secara umum gejala yang biasanya
timbul adalah sebagai berikut:
» Keluarnya
cairan hijau kekuningan dari vagina
» Demam
» Muntah-muntah
» Rasa gatal dan sakit pada
anus serta sakit ketika buang air besar, umumnya terjadi pada wanita dan
homoseksual yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi
» Rasa sakit
pada sendi
» Munculnya
ruam pada telapak tangan
» Sakit pada
tenggorokan (pada orang yang melakukan oral seks dengan pasangan yang
terinfeksi)
Pada Pria
1. Uretritis
Yang
paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar ke
proksimal selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens dan diseminata.
Keluhan subjektif berupa rasa gatal dan panas di bagian distal uretra di
sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disuria, polakisurua, keluar duh
tubuh dari ujung uretra yang terkadang disertai darah dan perasaan nyeri saat
ereksi.
2. Tysonitis
Infeksi
biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat jika ditemukan butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan
timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
Tysonitis
3. Prostatitis
Prostatitis
ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan suprapubis,
malese, demam, nyeri kencing sampai hematuri, spasme otot uretra sehingga
terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan obstipasi. Bila
prostatitis menjadi kronik gejalanya ringan dan intermiten, tetapi
kadang-kadang menetap. Terasa tidak enak pada perineum bagian dalam dan rasa
tidak enak bila duduk terlalu lama.
Pada
Wanita
1. Uretritis
Gejala
utama ialah disuria terkadang poliuria. Pada pemeriksaan, orifisium uretra
eksternum tampak merah, edematosa dan terdapat sekret mukopurulen.
2. Bartholinitis
Labium
mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah, dan nyeri tekan. Kelenjar
bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita
sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat pecah
melalui mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau
menjadi kista.
Komplikasi
Apabila gonorrhea tidak diobati,
bakteri dapat menyebar ke aliran darah dan mengenai sendi, katup jantung atau
otak. Konsekuensi yang paling umum dari gonorrhea adalah Pelvic Inflammatory
Disease (PID), yaitu infeksi serius pada organ reproduksi wanita, yang dapat
menyebabkan infertilitas. Selain itu, kerusakan yang terjadi dapat menghambat
perjalanan sel telur yang sudah dibuahi ke rahim. Apabila ini terjadi, sebagai
akibatnya sel telur ini berkembang biak di dalam saluran falopii atau yang
disebut kehamilan di luar kandungan, suatu hal yang dapat mengancam nyawa sang
ibu apabila tidak terdeteksi secara dini.
Seorang wanita yang terinfeksi dapat menularkan
penyakitnya kepada bayinya ketika sang bayi melalui jalan lahir. Pada
kebanyakan kasus dimana Ibu mengidap gonorrhea, mata bayi ditetesi obat untuk
mencegah infeksi gonococcus yang dapat menyebabkan kebutaan. Karena adanya
resiko infeksi Ibu dan bayi, biasanya dokter menyarankan agar ibu hamil
menjalani tes gonorrhea setidaknya sekali selama kehamilannya. Sedangkan pada
pria, apabila tidak ditangani secara serius gonorrhea dapat menyebabkan
impotensi.
Diagnosis 1
Diagnosis
ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang
yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
a. Sediaan langsung
Pada
sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan gonokokus gram negatif.
Bahan duh diambil di daerah fosa navicularis pada pria sedangkan pada wanita
diambil dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks dan rektum.
b. Kultur.
Identifikasi
perlu dilakukan dengan dua macam media yang dapat digunakan yaitu media
transport seperti Media Stuart dan Media Transgrow. Kemudian
Media pertumbuhan seperti Media Mc Leod’s chocolate agar, Media Thayer
Martin dan Media Modified Thayer Martin Agar .
c. Tes Definitif
1. Tes oksidasi, semua Neisseria member hasil positif dengan
perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai
merah lembayung.
2. Tes Fermentasi. Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan
tes fermentasi memakai glukosa.
d. Tes Beta Laktamase
Pemeriksaan
beta laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192 yang mengandung
chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi
merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase.
e. Tes Thomson
Tes
ini berguna untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah berlangsung. Tes ini
memerlukan syarat yaitu :
1. Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi.
2. Urin dibagi dalam dua gelas.
3. Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II.
Pengobatan
Pada semua tipe gonorrhea,
pengobatan harus dilakukan dengan tindak lanjut yang berulang, termasuk
pembiakan dari tempat yang terkena. Karena penyakit-penyakit yang ditularkan
secara seksual lainnya dapat diperoleh pada saat yang sama, langkah-langkah
diagnostic yang cocok juga harus dilakukan.
Karena penggunaan penicillin yang
sudah meluas, resistensi gonococci terhadap penicillin juga meningkat, namun
karena seleksi dari kromosom yang bermutasi, maka banyak strain membutuhkan
penicillin G dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan
gonococci tersebut (MIC ≥ 2μg/mL). N. Gonorrhea yang memproduksi
penicillinase (PPNG, Penicillinase Producing N. gonorrhea) juga
meningkat secara meluas. Resistensi terhadap tetracycline (MIC ≥ 2μg/mL) secara
kromosomal sering ditemui, dengan 40% atau lebih gonococci yang resisten pada
tingkat ini. Tingkat resistensi yang tinggi terhadap tetracycline (MIC ≥
32μg/mL) juga terjadi. Resistensi terhadap spectinomycin seperti halnya
resistensi terhadap antimikroba lain Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS
merekomendasikan untuk mengobati infeksi genital yang bukan komplikasi dengan
ceftriaxone 125mg secara intramuskular dengan dosis sekali pakai. Terapi
tambahan dengan doxycycline 100mg 2 kali sehari selama 7 hari(per oral)
direkomendasikan untuk infeksi concomitant chlamydia; erythromycin 500mg 4x
sehari selama 7 hari (per oral) sebagai pengganti doxycycline bagi wanita
hamil. Modifikasi dari terapi-terapi ini direkomendasikan untuk jenis infeksi N.
gonorrhea yang lain.
Penggunaan
sefalosporin generasi ke-3 dalam hal ini seperti seftriakson cukup efektif
dengan dosis 250 mg i.m dan sefoperazon dengan dosis 0,5 sam 1 gram secara i.m.
Dari golongan
kuinolon obat yang menjadi pilihan adalah ofloksazin 400 mg, siprofloksazin
250-500 mg dan norfloksasin 800 mg secara oral.
Neisserriae
Gonorrhoeae termasuk dalam spesies Neisseria. Neisseria merupakan cocci gram
negatif yang biasanya berpasangan. Bakteri ini adalah patogen pada manusia dan
biasanya ditemukan bergabung atau di dalam sel polimorfonuklear. Pada gonococci
memiliki 70% DNA homolog, tidak memiliki kapsul polisakarida, memiliki plasmid.
Gonococci paling baik tumbuh pada media yang mengandung substansi organik yang
kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin, protein hewan dan dalam ruang
udara yang mengandung 5% CO2. Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda
dari neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil
dibandingkan neisseria lain.
Gonococci
yang berbentuk koloni yang pekat (opaque) saja yang diisolasi dari manusia
dengan gejala urethritis (peradangan urea) dan dari kultur “uterine cervical”
pada siklus pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk transparan
diisolasi dari infeksi urethral yang tidak bergejala, dari menstruasi dan dari
bentuk invasif dari gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi diseminasi.
Gonococci
menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata, rektum dan
tenggorokan, menghasilkan nanah akut yang mengarah ke invasi jaringan; hal yang
diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi
peradangan uretra, nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika
kencing. Infeksi urethral pada pria dapat menjadi penyakit tanpa gejala. Pada
wanita, infeksi primer terjadi di endoserviks dan menyebar ke urethra dan
vagina, meningkatkan sekresi cairan mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba
uterina, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba.
Bakterimia
yang disebabkan oleh gonococci mengarah pada lesi kulit (terutama Papula dan
Pustula yang hemoragis) yang terdapat pada tangan, lengan, kaki dan
tenosynovitis dan arthritis bernanah yang biasanya terjadi pada lutut,
pergelangan kaki dan tangan. Endocarditis yang disebabkan oleh gonococci kurang
dikenal namun merupakan infeksi yang cukup parah. Gonococci kadang dapat
menyebabkan meningitis dan infeksi pada mata orang dewasa; penyakit tersebut
memiliki manisfestasi yang sama dengan yang disebabkan oleh meningococci.
Opthalmia
neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu suatu infeksi mata pada bayi
yang baru lahir, didapat selama bayi berada di saluran lahir yang terinfeksi.
Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal biasanya sensitif terhadap serum
tetapi relatif
Resistan terhadap antimikroba. Sebaliknya, gonococci yang
masuk ke aliran darah dan menimbulkan infeksi yang luas biasanya resisten
terhadap serum tapi mungkin cukup sensitif terhadap penicillin dan obat
antimikroba lainnya.
STAFILOKOKUS
A. PENGERTIAN.
Stafilokokus
adalah sel sferis gram positif, biasanya tersususn dalam kelompok seperti
anggur yang tidak teratur. Stafilokokus tumbuh dengan mudah di berbagai medium
dan aktif secara metabolic, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan
pigmen yang bervariasi dari putih hingga kuning tua.
Genus stafilokokus sedikitnya
memiliki 30 spesies. Beberapa tipe stafilokokus merupakan
flora normal kulit dan membrane mukosa manusia : tipe lainnyya dapat
menimbulkan supurasi , membentuk abses, berbagai infeksi piogenik, dan bahkan
septikema yang fatal. Stafilokokus pathogen dapat menyebabkan hemolisis darah,
mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim dan toksin
ekstraseluler. Bentuk keracunan makanan yang paling sering terjadi disebabkan
oleh enterotoksin stafilokokus yang
tahan panas. Stafilokokus cepat menjadi resistan terhadap banyak obat
antimikroba dan menyebabkan masalah terapi yang sulit.
Tiga
spesies utama yang memiliki kepentingan klinis adalah, antara lain :
1) Staphylococcus aureus.
Bersifat
koagulase-positif, yang membedakannyadari spesies yang lainnya. S aureus adalah patogen utama pada
manusia. Hampir semua orang pernah mengalami infeksi S aureus selama hidupnya., dengan derajat keparahan yang beragam ,
dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang
mengancam jiwa.
Stafilokokus sedikitnya
koagulase-negatif adalah flora normal manusia dan kadang-kadang menyebabkan
infeksi , seringkali berkaitan dengam implantasi alat-alat , terutama pada pasien
sangt muda, tua dan dengan fungsi imun yang terganggu.
2) Staphylococcus epidermidis.
Sekitar 75% infeksi
yang disebabkan oleh stafilokokus koagulase-negatif ini akibat S epidermidis; Staphyylococcus warneri,
Staphylococcus hominis, dan spesies lainnya lebih jarang terjadi.
3) Staphylococcus saprophylococcus.
Relatif sering menjadi
penyebab infeksi saluran kemih pada wanita muda. Spesies lainnya penting pada
kedokteran hewan.
B. MORFOLOGI &IDENTIFIKASI.
1.1 Ciri Khas Organisme.
Stafilokokus adalah sel
sferis, berdiameter sekitar 1µm tersusun dalam kelompok yang tidak teratur.
Kokus tunggal, berpasangan , tetrad, dan bentuk rantai juga terlihat di biakan
cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram – positif yang kuat; akibat
penuaan , banyak sel menjadi gram-negatif. Stafilokokus tidak motil dan tidak
membentuk spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin , stfilokokus
lisis.
Spesies mikrokokus sering menyerupai stafilokokus. Spesies
tersebut ditemukan hidup-bebas di lingkungan dan membentuk kelompok empat atau
delapan kokus yang teratur. Koloninya dapat berwarna kuning, merah, atau
jingga.
1.2 Biakan.
Stafilokokus mudah
berkembang pada sebagian besar medium bekteriologik dalam lingkungan aerobic
atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 370 C
tatapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah pada suhu ruangan ( 20 -250C).
Koloni pada medium padat berbentuk bulat, halus, meninggi, dan berkilau. S aureus biasanya membentuk koloni
berwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan. Koloni S epidermidis biasanya
berwarna abu-abu hingga putih pada isolasi pertama; banyak koloni hanya
menghasilkan pigmen setelah inkubasi lama. Pigmen tidak dihasilkan pada keadaan
anaerob atau pada kaldu. Berbagai derajat hemolisis disebabkan oleh S aureus
dan kadang-kadang oleh spesies lainnya. Spesies Peptostreptokokus, yang
merupakan kokus anaerobik, sering menyerupai morfologi stafilokokus.
1.3 Sifat Pertumbuhan.
Stafilokokus
memproduksi katalase, yang membedakannya dengan
steptokokus. Stafilokokus memfermentasikan banyak karbohidrat secara
lambat, menghasilkan asam laktat tetapi tidak menghasilkan banyak substansi
ekstraselular, yang akan diuraikan di bawah ini.
Stafilokokus relative
resistan terhadap pengeringan, panas (tahan pada suhu 500C selama 30
menit), dan natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh bahan kimia tertentu
, seperti heksaklorofein 3%. Stafilokokus memiliki sensitivitas yang
berbeda-beda terhadap obat antimikroba. Resistansi stafilokokus dibagi menjadi
beberapa kelas :
a) Sering
memproduksi β-laktamase, dikendalikan oleh plasmid, dan membuat organisme ini
reistan terhadap berbagai (penisilin G, amplicilin, tikarsilin, piperasilin,
dan obat yang serupa). Plasmid ditrasmisikan melalui transduksi dan mungkin
juga melalui konjugasi.
b) Resistansi
terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin dan oksasilin) tidak tergantung pada
produksi β-laktamase. Gen mecA yang
resitan terhadpa nafsilin terletak di dalam kromosom. Mekanisme resistansi
nafsilin dikaitkan dengan kekurangan atau tidak tersediannya pengikat penisilin
(penicillin-blinding protein; PBP) pada organisme tersebut.
c) Di Amerika Serikat, S aureus
dianggap sensitif terhadap vankomisin jika konsentrasi penghambat minimumnya
(minimum inhibitory consentration; MIC) kurang atau sama dengan 4 µg/mL;
kerentanan intermediat jika MIC 8-16 µg/mL; dan resistan jika MIC > 16
µg/mL. Strain S aureus dengan kerentanan intermediate terhadap vankomisin telah
diisolasi di Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Organisme ini
juga disebut sebagai vancomycinintermediate S aureus, atau "VISA".
Organisme tersebut umumnya diisolasi dari pasien-pasien dengan infeksi kompleks
yang mendapat terapi vankomisin lama. Kegagalan terapi vankomisin sering kali
terjadi. Mekanisme resistansi berhubungan dengan peningkatan sintesis dinding
sel serta perubahan dinding sel dan bukan sebagai akibat gen van yang ditemukan
pada enterokokus. Strain S aureus dengan kerentanan intermediate terhadap
vankomisin biasanya resistan. terhadap nafsilin tetapi umumnya sensitif terhadap
oksazolidinon dan quinupristin/dalfopristin.
d) Pada
tahun 2002, strain vancomycin-resistant S
aureus (VISA) diisolasi dari pasien. Isolat mengandung gen vanA resistan vankomisin dari
enterokokus dan gen mecA resistan
nafsilin.
e) Resistansi yang diperantarai plasmid
(plasmid-mediated resistance) terhadap tetrasiklin, eritromisin,
aminoglikosida, dan obat-obat lain sering terjadi pada stafilokokus.
f) “Toleransi“
menunjukan bahwa stafilokokus dihambat oleh suatu obat terapi tidak dibunuh,
yaitu terdapat perbedaan besar antara konsentarsi penghambat minimal dan
konsentrasi letal minimal obat antimikroba. Toleransi kadang-kadang terjadi
akibat kurangnya aktivasi enzim aurolitik di dinding sel.
1.4 Variasi.
Biakan stafilokokus
mengandung beberapa bakteri yang berbeda dari sebagian besar populasi dalam
membentuk karakteristik koloni (ukuran koloni, pigmen, hemolisis), elaborasi
enzim, resistansi obat, dan patogenitas. Secara in vitro , ekspresi karakteristik koloni ditentukan oleh kondisi
pertumbuhan: Bila S
aureus yang resistan terhadap nafsilin diinkubasi pada agar darah pada suhu 37
°C, satu dari 107 organisme menunjukkan resistansi terhadap
nafsilin; bila diinkubasi pada agar yang mengandung natrium klorida 2-5% pada
suhu 30 °C, satu dari 103 organisme resistan terhadap nafsilin.
C. STRUKTUR ANTIGEN.
Stafilokokus
mengandung polisakarida antigenic dan protein serta substansi penting lainnya
di dalam struktur dinding sel. Peplidogikan, polimer polisakarida yang
mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeler yang kaku pada
dinding sel. Peplidogikan dihancurkan oleh asam kuat atau pajanan terhadap
lisozim. Hal ini penting pada pathogenesis infeksi Peplidogikan memicu produksi
interleukin -1 dan antibody opsonik oleh monosit.
Asam
teikoat, yang merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat , berhubungan
denganpeplidogikan dan dapat menjadi antigenic.
Protein
A adalah komponen dinding sel pada banyak strain S aureus yang berikatan dengan bagian Fc dari molekul IgG kecuali
IgG3.
Beberapa
strain S aureus memiliki kapsul yang
menghambat fagositosis oleh lekosit polimorfonuklear kecuali terdapat antibodi
spesifik. Sebagian besar strain S aureus mempunyai
koagulase atau factor penggumpal , pada permukaan dinding sel, koagulase
terikat dengan fibrinogen secara nonenimatik, sehingga menyebabkan agregasi
bakteri. Uji serologi memiliki keterbatasan dalam mengidentifikasi
stafilokokus.
D. ENZIM & TOKSIN
Stafilokokus
dapat menyebabkan penyakit baik melalui kemampuannya untuk berkembang biak dan
menyebar luas di jaringan serta dengan cara menghasilkan berbagai substansi
ekstraselular. Beberapa substansi tersebut adalah enim, lainnya dianggap
sebagai toksin, tetapi dapat berfungsi sebagai enzim. Banyak dari toksin
tersebut di bawah control genetic plasmid, beberapa dapat dikendalikan
kromosomal dan ekstrakrosomal, dan makanisme control genetic lainnya tidak
dapat dijarbakan dengan baik.
Katalase
Stafilokokus
menghasilkan katalase mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji
katalase membedakan stafilokokus yang relatif dengan streptokokus yang
negative.
Koagulasi
dan factor penggumpal
Koagulase berikatan
dengan protrombin, bersama-sama keduanya menjadi aktif secara enzimatik dan
menginisiasi polimerisasi fibrin. Koagulase dapat menyimpan fibrin pada permukaan stafilokokus,
mungkin mengubah ingestinya oleh sel fagositik atau destruksi stafilokokus
dalam selsel tersebut. Memproduksi koagulase dianggap sama dengan
memiliki potensi menjadi patogen invasif.
Faktor penggumpal adalah kandungan permukaan S aureus yang berfungsi melekatkan
organisme ke fibrin atau fibrinogen.
Enzim
Lain
Enzim-enzim lain yang dihasilkan oleh stafilokokus antara
lain adalah hialuronidase, atau faktor penyebar; stafilokinase menyebabkan
fibrinolisis tetapi bekerja jauh lebih lambat daripada streptokinase;
proteinase; lipase; dan βlaktamase.
Eksotoksin
α-toksin merupakan protein heterogen yang bekerja dengan
spektrum luas pada membran sel eukariot. α-toksin merupakan hemolisin yang
kuat. β-toksin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksik untuk berbagai
sel, termasuk sel darah merah manusia. γ-toksin melisiskan sel darah merah
manusia dan hewan. δtoksin bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa
subunit pada detergen nonionik. Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan
dapat berperan pada penyakit diare akibat S aureus.
Leukosidin
Toksin S aureus ini memiliki dua komponen. Leukosidin dapat
membunuh sel darah putih manusia dan kelinci. Kedua komponen tersebut bekerja
secara sinergis pada membran sel darah putih membentuk pori-pori dan
meningkatkan permeabilitas kation.
Toksin
Eksfoliatif
Toksin epidermolitik S aureus ini merupakan dua protein yang
berbeda dengan berat molekul yang sama. Toksin epidermolitik A adalah produk
gen kromosomal dan tahan panas (tahan dididihkan selama 20 menit). Toksin
epidermolitik B diperantarai plasmid dan tidak tahan panas. Toksin
epidermolitik menyebabkan deskuamasi generalisata pada staphylococcal scalded
skin syndrome. Toksintoksin tersebut merupakan superantigen.
Toksin
Sindrom-Syok-Toksin
Sebagian besar strain S aureus yang diisolasi dari pasien
dengan sindrom syok toksik menghasilkan toksin yang disebut toksin
sindrom-syok-toksik-1 (TSST1), yang setara dengan enterotoksin. F. TSST-1
merupakan superantigen prototipikal (Iihat Bab 8).
TSST-1 berikatan dengan molekul MHC kelas II, menstimulasi
sel T, yang menimbulkan manifestasi protean pada sindrom syok toksik. Toksin
ini menyebabkan demam, syok, dan melibatkan berbagai sistem tubuh, termasuk
ruam kulit deskuamatif. Gen untuk TSST-I ditemukan pada sekitar 20% isolasi S
aureus.
Enterotoksin
Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-!, K-M). Sekitar 50%
strain S aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin arau Iebih. Seperti
TSST-I, enterotoksinnya merupakan super.tntigen. Enterotoksin tahan terhadap
panas dan resistan rerhadap kerja enzim usus.
Enterotoksin
merupakan penyebab penting keracunan makanan; enterotoksin dihasilkan bila S
aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Ingesti 25 µg
enterotoksin B dapat menyebabkan muntah dan diare. Efek muntah enterotoksin B kemungkinan
terjadi akibat stimulasi sistem saraf pusat (pusat muntah) setelah toksin
bekerja pada reseptor saraf di usus. Toksin eksfoliatif, TSST-1, dan gen
enterotoksin terdapat pada elemen kromosom yang disebut pulau patogenisitas.
Gen-ten tersebut berinteraksi dengan elemen genetik aksesoris—bakteriofag—untuk
menghasilkan toksin.
E. PATOGENESIS
Stafilokokus, terutama S
epiderrmidis, merupakan flora normal pada kulit, saluran napas, dan saluran
cerna manusia. S aureus ditemukan dalam hidung pada 2050% manusia. Stafilokokus
juga sering ditentukan di pakaian, seprai, dan benda- benda lainnya di
lingkungan manusia. Kemampuan patogenik S aureus tentu merupakan gabungan efek
faktor ekstraselular dan toksin serca sifat invasif strain tersebut. Salah satu
akhir spektrum penyakit oleh stafilokokus adalah keracunan makanan, yang semata
- mata akibat konsumsi makanan yang mengandung enterotoksin; sedangkan bentuk
akhir lainnya adalah bakteremia stafilokokus dan abes yang tersebar di semua
organ.
S aureus yang patogen dan invasif
menghasilkan koagulase dan cenderung menghasilkan pigmen kuning dan hersifat
hemolitik. Stafilokokus yang nonpatogen dan tidak invasif seperti S epidermidis
bersifat koagulase-negatif dan cenderung nonhemolitik. Organisme ini jarang
menyebabkan supurasi tetapi dapat menginfeksi proses ortopedik atau
kardiovaskular, atan menyebabkan penyakit pada orang dengan fungsi imun yang
terganggu. S saprophyticus khasnya tdak berpigmen, resistan terhadap
novobiosin, clan nonhemolitik; bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih
pada wanita muda.
F. REGULASI DETERMINAN VIRULENSI
Protein permukaan S aureus, seperti
protein A dan adhesin, disintesis selama fase pertumbuhan eksponensial. Protein
yang disekresikan, seperti toksin, disintesis pada fase stasioner. Fase-fase
pertumbuhan ini dapat juga menggambarkan stadium awal infeksi dan fase ketika
terjadi penyebaran infeksi ke jaringan sekitar.
Gen regulon global aksesori, agr,
memiliki dua operon utama: Satu mengandung kode molekul RNA yang unik, RNAIII.
Molekul ini menginduksi peningkatan pembentukan protein yang disekresi dan
penurunan pembentukan protein permukaan. Berlawanan dengan RNAIII, terdapat
promoter yang bertugas membentuk RNAII dari sebuah operon empat-gen, agrB-DCA.
Produk RNAII dibutuhkan untuk pembentukan RNAIII yang optimal. Gen agrB dan
agrD juga menghasilkan peptida penanda kecil yang mengaktifkan pembentukan
RNAIII dengan cara yang bergantung pada densitas sel S aureus. Selain itu,
protein regulator aksesoris stafilokokus, yang dikodekan oleh sarA, berikatan
dengan daerah promoter di lokus agr, sehingga meningkatkan kadar RNAII dan
RNAIII.
G. PATOLOGI
Prototipe lesi stafilokokus adalah
furunkel atau abses setempat lainnya. Kelompok S aureus yang terdapat di
folikel rambut menyebabkan nekrosis jaringan (faktor demonekrotik). Koagulase
dihasilkan dan mengoagulasi fibrin di sekitar lesi dan di dalam limfatik,
mengakibatkan pembentukan dinding yang membatasi proses dan diperkuat oleh
akumulasi sel-sel radang dan kemudian jaringan fibrosa. Di tengah lesi, terjadi
pencairan jaringan nekrotik (dibantu oleh hipersensitivitas lambat), dan abses
"mengarah" pada daerah yang resistansinya paling rendah. Setelah
cairan di tengah jaringan nekrosis keluar, rongga secara pelan-pelan diisi
dengan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh.
Supurasi fokal (abses) merupakan
ciri khas infeksi stafilokokus. Dari fokus mana pun, organisme dapat menyebar
melalui aliran darah dan sistem limfatik ke bagian tubuh lain. Supurasi dalam
vena, yang menimbulkan trombosis, merupakan gambaran umum penyebaran tersebut.
Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan S aureus secara khas terdapat di
pembuluh darah terminal bagian metafisis tulang panjang, menyebabkan nekrosis
tulang dan supurasi kronik. S aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis,
empiema, endokarditis, atau sepsis dengan supurasi di berbagai organ.
Stafilokokus dengan daya invasif rendah dapat menyebabkan berbagai infeksi
kulit (misalnya, akne, pioderma, atau impetigo). Kokus anaerob
(peptostreptokokus) berperan dalam menimbulkan infeksi anaerobik campur.
Stafilokokus juga menyebabkan
penyakit melalui kerja toksin,. tanpa memperlihatkan infeksi invasif. Bula
eksfoliatif—sindrom .lepuh kulit (scalded skin syndrome) - disebabkan oleh
pembentukan toksin eksfoliatif. Sindrom syok toksik disebabkan oleh toksin
sindrom syok toksin- 1 (TSST 1).
H. TEMUAN KLINIS
Infeksi lokal stafilokokus tampak
sebagai "jerawat", infeksi folikel rambut, atau abses. Biasanya
terjadi reaksi radang yang berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri yang
membentuk supurasi sentral dan cepat menyembuh bila dilakukan drainase pus.
Dinding fibrin dan sel di sekitar inti abses cenderung mencegah penyebaran
organisme dan sebaiknya tidak dirusak dengan manipulasi atau trauma.
Infeksi S aureus juga dapat terjadi
akibat kontaminasi langsung pada luka, misalnya infeksi stafilokokus pada luka
pascaoperasi atau infeksi yang terjadi setelah trauma (osteomielitis kronik
setelah fraktur terbuka, meningitis setelah fraktur tengkorak).
Jika S aureus menyebar luas dan terjadi
bakteremia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis hematogen akut,
meningitis, atau infeksi paru. Gambaran klinisnya menyerupai gambaran klinis
pada infeksi lainnya yang melalui aliran darah. Lokalisasi sekunder dalam organ
atau sistem ditandai oleh gejala dan tanda disfungsi organ dan supurasi
setempat yang hebat.
Keracunan makanan akibat
enterotoksin stafilokokus ditandai dengan waktu inkubasi yang pendek (1 sampai
8 jam); mual hebat, muntah, dan diare; dan penyembuhan yang cepat. Tidak ada
demam.
Sindrom syok toksik timbul secara
tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam bentuk
skarlatina, dan hipotensi yang disertai gagal jantung dan gagal ginjal pada
sebagian besar kasus yang berat. Gejala tersebut sering terjadi dalam 5 hari
setelah permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, tetapi juga
dapat terjadi pada anak-anak atau laki-laki dengan luka yang terinfeksi
stafilokokus. Sindrom ini dapat berulang. S aureus.yang menyebabkan sindrom
syok toksik dapat ditemukan di vagina, pada tampon, pada luka atau infeksi
lokal lainnya, atau di tenggorok tetapi hampir tidak pernah ditemukan dalam
aliran darah.
I. UJI LABORATORIUM DIAGNOSTIK
1.1 Spesimen
Usapan permukaan, pus, darah, aspirat trakea, cairan spinal
untuk biakan, tergantung pada lokalisasi proses.
1.2 Sediaan Hapus
Stafilokokus yang khas terlihat pada pewarnaan apusan pus
atau sputum. Tidak mungkin membedakan organisme saprofitik (S epidermidis)
dengan organisme patogen (S aureus) berdasarkan sediaan apus.
1.3 Biakan
Spesimen yang ditanam di cawan agar darah membentuk koloni
yang khas dalam 18 jam pada suhu 37°C, tetapi tidak menghasilkan pigmen dan
hemolisis sampai beberapa hari kemudian dan dengan suhu ruangan yang optimal. S
aureus memfermentasikan manitol, tetapi stafilokokus lainnya tidak. Spesimen
yang terkontaminasi dengan flora campuran dapat dibiakkan di medium yang
mengandung NaC17,5%; garam menghambat pertumbuhan sebagian besar flora normal
tetapi tidak menghambat S. aureus. Agar garam manitol. digunakan untuk memindai
S aureus yang berasal dari hidung.
1.4 Uji Katalase
Setetes larutan hidrogen peroksida diletakkan di gelas
objek, dan sedikit pertumbuhan bakteri yang. diletakkan di dalam larutan
tersebut. Terbentuknya gelembung (pelepasan oksigen) menandakan uji yang positif.
Uji ini juga dapat dilakukan dengan menuangkan larutan hidrogen peroksida di
atas bakteri yang tumbuh subur di agar miring dan meneliti gelembung yang
muncul.
1.5 Uji Koagulase
Plasma kelinci (atau manusia) yang mengandung sitrat dan
diencerkan 1:5, dicampur dengan biakan kaldu atau pertumbuhan koloni pada agar
dengan volume yang sama dan diinkubasi pada suhu 37 °C. Tabung plasma yang
dicampur .dengan kaldu steril disertakan sebagai kontrol. Jika terbentuk bekuan
dalam 1-4 jam, tes ini positif. Stafilokokus koagulase-positif dianggap patogen
bagi manusia; "namun, stafilokokus koagulase-positif pada anjing
(Staphylococcus intermedius) dan lumba-lumba (Staphylococcus delphini) jarang
menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi pada peralatan protesis dapat
disebabkan oleh organisme koagulase-negatif, kelompok S epidermidis.
1.6 Uji Sensitivitas
Uji sensitivitas dengan rnenggunakan pengenceran mikro kaldu
atau uji sensitivitas lempeng difusi (disk diffusion). seharusnya rutin
dilakukan pada isolat stafilokokus dari infeksi yang bermakna secara klinis.
Resistansi terhadap penisilin G dapat dilihat dengan uji β-laktamase yang
positif; sekitar 90% S aureus menghasilkan β-laktamase. Resistansi terhadap
nafsilin (serta oksasilin dan metisilin) terjadi pada sekitar 20% isolat S
aureus dan sekitar 75% S epidermidis.
Resitensi nafsilin
berkaitan dengan adanya mecA, gen yang mengode protein pengikat penisilin (PBP
2a) tidak terpengaruh oleh obat-obat tersebut. Gen ini dapat dideteksi dengan
menggunakan teknik polymerase chain reaction, tetapi teknik tersebut mungkin
tidak perlu dilakukan karena stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton
yang mengandung NaCI 4% dan 6 µg/mL okasilin biasanya menunjukkan mecA-positif
dan resistan terhadap oksasilin.
Selain itu, terdapat
pemeriksaan untuk produk gen mecA, PBP 2a yang tersedia di pasaran dan lebih
cepat dibandingkan dengan pemeriksaan mecA yang menggunakan teknik PCR atau
daripada pemeriksaan resistansi yang menggunakan biakan pada agar garam yang
mengandung oksasilin.
1.7 Uji Serologi dan Penentuan Tipe
Uji serologi untuk mendiagnosis infeksi S aureus sangat
tidak praktis. Pola sensitivitas antibiotik membantu menelusuri infeksi S
aureus dan menentukan apakah berbagai isolat S epidermidis dari biakan darah
menunjukkan bakteremia akibat strain yang sama, yang berasal dari suatu tempat
infeksi. Teknik penentuan tipe secara molekular telah digunakan untuk
mendokumentasikan penyebaran penyakit epidemik-akibat klon S aureus.
J. PENGOBATAN
Sebagian besar orang memiliki
stafilokokus pada kulit dan di dalam hidung atau tenggorok. Bahkan jika kulit
dapat dibersihkan dari stafilokokus (seperti pada eksema), akan segera terjadi
reinfeksi oleh droplet. Karena organisme patogen umumnya menyebar dari satu
lesi (misalnya furunkel) ke daerah kulit lain melalui jari tangan atau pakaian,
pemberian antiseptik lokal secara hati-hati sangat penting untuk mengontrol
rekurensi furunkulosis.
Infeksi kulit multipel yang serius
(akne, furunkulosis) paling sering terjadi pada para remaja. Infeksi kulit yang
serupa terjadi pada pasien yang menggunakan kortikosteroid dalam jangka
panjang. Pada akne, lipase stafilokokus dan korinebakterium melepaskan asam
lemak dari lemak dan menimbulkan iritasi jaringan. Tetrasiklin digunakan untuk
terapi jangka panjang.
Abses dan lesi supuratif tertutup
lainnya diobati dengan drainase, tindakan yang penting, dan pemberian terapi
antimikroba. Banyak obat antimikroba mempunyai beberapa efek yang melawan
stafilokokus secara in vitro. Namun, sulit untuk membasmi stafilokokus patogen
dari pasien yang terinfeksi, karena organisme ini sangat cepat menjadi resistan
terhadap berbagai obat antimikroba dan obat tersebut tidak dapat bekerja pada
bagian pusat nekrotik lesi supuratif. S aureus pada keadaan carrier juga sangat
sukar dibasmi.
Osteomielitis hematogen akut
memberikan respons yang baik terhadap obat antimikroba. Pada osteomielitis
kronik dan berulang, drainase bedah dan pengangkatan tulang yang mati disertai
dengan pemberian obat antimikroba yang sesuai dalam jangka panjang, tetapi
pembasmian stafilokokus tetap sulit dilakukan. Oksigen hiperbarik dan
penggunaan flap miokutan dengan vaskularisasi sangat membantu penyembuhan pada
osteoinielitis kronik.
Bakteremia, endokarditis, pneumonia,
dan infeksi berat lain akibat infeksi S aureus memerlukan terapi dengan
penisilin resitan β-laktamase secara intravena dalam jangka panjang. Vankomisin
sering dicadangkan untuk stafilokokus yang resistan terhadap nafsilin. Jika
infeksi disebabkan oleh S aureus yang tidak menghasilkan β-laktamase, penisilin
G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sebagian kecil strain S aureus yang
sensitif terhadap penisilin G.
Infeksi S epidermidis sulit
disembuhkan karena organisme ini terdapat di alat protesis, tempat bakteri
dapat memperbanyak diri di biofilm. S epidermidis lebih sering resistan
terhadap obat antimikroba daripada S aureus; sekitar 75% strain S epidermidis
resistan terhadap nafsilin.
Karena banyak strain yang resistan
terhadap obat, isolat stafilokokus yang bermakna harus dilakukan uji
sensitivitas untuk menentukan pilihan obat sistemik. Resistansi terhadap obat
golongan eritromisin cenderung meningkat dengan cepat sehingga sebaiknya
golongan obat ini tidak digunakan sebagai terapi tunggal untuk infeksi kronik.
Resistansi obat (terhadap penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, eritromisin,
dll.) yang ditentukan oleh plasmid, dapat ditransmisikan antar stafilokokus
melalui proses transduksi dan mungkin juga melalui konjugasi. Pada infeksi
klinis, strain S aureus yang resistan terhadap penisilin G selalu menghasilkan
penisilinase. Saat ini terdapat sekitar 90% strain S aureus yang resistan
terhadap penisilin-G pada komunitas di Amerika Serikat. Strain ini biasanya
sensitif terhadap penisilin yang resistan terhadap β-laktamase, sefalosporin,
atau vankomisin.
Resistansi terhadap nafsilin tidak
tergantung pada produksi β-laktamase, dan gejala klinisnya sangat bervariasi di
berbagai negara dan pada waktu yang berbeda. Pengaruh seleksi obat antimikroba
yang resistan terhadap β-laktamase mungkin bukan satu-satunya faktor yang
menentukan timbulnya resistansi terhadap obat-obat tersebut: Misalnya, di
Denmark, S aureus yang resistan terhadap nafsilin berjumlah 40% dari seluruh
isolat pada tahun 1970 dan hanya berjumlah 10% pada tahun 1980, tanpa perubahan
yang nyata pada pemakaian nafsilin atau obat yang serupa. Di Amerika Serikat, S
aureus yang resistan terhadap nafsilin hanya berjumlah 0,186 dari jurnlah
isolat pada tahun 1970 tetapi pada tahun 1990 bcrjutnlalt sebanyak 20-30%
isolat dari infeksi pada bcberapa rumah sakit. Untungnya. S aureus dengan
sensitivitas intermediat terhadap vankomisin sudah relatif jarang, dan isolat
strain yang resistan terhadap vankomisin te!ah jarang ditemukan.
K. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN
Stafilokokus adalah parasit manusia
yang dapat ditemukan di mana-mana. Sumber utama infeksi adalah lesi terbuka,
barang-barang yang terkontaminasi lesi tersebut, serta saluran napas dan kulit
manusia.
Penyebaran infeksi melalui kontak
langsung dianggap sangat penting di rumah sakit, karena sebagian besar staf
atau pasien membawa stafilokokus yang resistan terhadap antibiotik di dalam
hidung atau kulitnya. Walaupun kebersihan, higiene. dan manajemen aseptik pada
lesi dapat mengendalikan penyebaran staftlokokus dari lesi, terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mencegah penyebaran stafilokokus secara luas.
Aerosol (misalnya glikol) dan radiasi ultraviolet sedikit bermanfaat.
Di rumah sakit, tempat yang berisiko
tinggi mengalami infeksi stafilokokus berat adalah perawatan neonatus, unit
perawatan intensif, ruang operasi, dan bangsal kemoterapi kanker. S aureus
patogen "epidemik" yang masuk secara masif pada daerah-daerah
tersebur dapat menimbulkan penyakit klinis yang berat. Staf dengan lesi S
aureus aktif atau carrier mungkin harus dilarang memasuki daerah-daerah
tersebur. Pada orang- orang ini, pemakaian antiseprik ropikal di hidung arau
daerah perineal dapat mengurangi penyebaran organisme yang berbahaya ini.
Rifampin yang diberikan bersama dengan obat antistafilokokus oral lini kedua
kadang-kadang dapat menimbulkan supresi jangka panjang dan mungkin dapat
menyembuhkan carrier di hidung; bentuk terapi ini biasanya digunakan untuk
masalah besar pada pembawa stafilokokus, karena stafilokokus dapat segera
menjadi resistan terhadap rifampin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar