KARYA TULIS
ILMIAH
PENGARUH PERBANDINGAN
PENGENCERAN GIEMSA
5%, 10%, DAN 20%
TERHADAP GAMBARAN
MORFOLOGI
LEUKOSIT PADA
PEMERIKSAAN HAPUSAN
DARAH TEPI
Oleh :
IDA AYU PUTU SHARMA LARAS SHANTI
NIM : 11.131.0309
SEKOLAH TINGGI
KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
PROGRAM STUDI
ANALIS KESEHATAN D3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Darah adalah
jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah.
Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau
kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% terdiri dari sel darah. Sisanya diisi oleh
sejumlah bahan organic, yaitu : glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin,
kolesterol, dan asam amino. Plasma juga berisi : gas oksigen dan
karbondioksida, hormon – hormon, enzym, dan antigen (Pearce, 2006).
Pemeriksaan
hematologi meliputi pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan darah khusus.
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan darah lengkap
yaitu haemoglobin (Hb), Laju Endap Darah (LED), hitung jumlah leukosit, hitung
jenis leukosit, dan koreksi Hb dengan hitung jumlah eritrosit. Pemeriksaan
darah khusus : hematokrit, retikulosit, eosinofil, evaluasi hapusan; faal
hemostatik (trombosit, PPT, APPT, dll) serta pemeriksaan daya tahan osmotik
(Depkes RI, 2007).
Sediaan
hapusan darah tepi adalah cara yang digunakan untuk evaluasi morfologi dari sel
darah leukosit misalnya mengevaluasi ukuran atau bentuk sel darah leukosit pemeriksaan
di laboratorium.
Prinsip
pemeriksaan hapusan darah tepi ini adalah dengan meneteskan darah lalu
dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa
dibawah mikroskop.
Kegunaan
pemeriksaan hapusan darah tepi untuk Hapusan darah yang bagus tidak boleh
terdapat garis yang melewati atau berada di bawah hapusan, ujung hapusan harus
halus dan rata tidak kasar (bergerigi) dan bergaris – garis, hapusan tidak
boleh terlalu tebal dan hapusan tidak boleh tampak berlubang (hapusan bisa
tampak berlubang karena kaca obyek yang
dipakai berminyak). Hapusan darah harus dibuat sebagus mungkin. Bila memakai hapusan
darah yang jelek, hasil pemeriksaan fraksi jumlah jenis lekosit akan keliru dan
anda tidak mungkin bisa melaporkan morfologi eritrosit.
Morfologi leukosit yaitu sel bulat berinti
dengan sitoplasma yang granuler. Karena leukosit berinti, sangat mudah
membedakannya dengan eritrosit pada pemeriksaan mikroskopik. Berdasarkan ukuran
inti, bentuk inti, warna granula dalam sitoplasma dan factor lainnya,dikenal
lima jenis leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit).
Pada pulasan Romanowsky, kelima jenis sel ini dapat diidentifikasi (Chairlan
dan Estu, 2003).
Sel
netrofil paling banyak dijumpai. Sel golongan ini mewarnai dirinya dengan
pewarna netral, atau campuran pewarna asam basa dan tampak berwarna ungu. Sel
eosinofil sel golongan ini hanya sedikit di jumpai. Sel ini menyerap pewarna
yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah. Sel basofil menyerap pewarna
basa dan menjadi biru. Limfosit sel ini dibentuk didalam kelenjar limfe dan
dalam sumsum tulang .
Monosit memiliki
morfologi berubah dalam darah perifer, tetapi berinti satu (mononuclear) dan
memiliki sitoplasma keabuan dengan vakuola dan granul berukuran kecil (Pearce,
2006).
Pewarnaan
Giemsa adalah pulasan yang terdiri dari eosin, metilin azur dan metilen blue
berguna untuk mewarnai sel darah dan melakukan fiksasi sendiri dengan metil
alkohol. Kualitas Giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan pada sediaan hapusan
darah. Kualitas Giemsa dikatakan baik apabila Giemsa dibuat baru dan dikatakan
kurang baik apabila Giemsa yang sudah disimpan lebih dari 1 hari
(Gandasoebrata, 2007).
Menurut Depkes RI (2007), pembuatan Giemsa dapat dilakukan dengan
berbagai konsentrasi pengenceran, ada 3 teknik pengenceran Giemsa diantaranya :
1. Pembuatan
larutan Giemsa 5% (1:20), 1 bagian Giemsa + 19 bagian Buffer. Lakukan pewarnaan
dengan larutan Giemsa 5% selama 30 – 45 menit.
2. Pembuatan
larutan Giemsa 10% (1:10), 1 bagian Giemsa + 9 bagian Buffer. Lakukan pewarnaan
dengan larutan Giemsa 10% selama 20 – 25 menit.
3. Pembuatan
larutan Giemsa 20% (1: 5), 1 bagian Giemsa dan 4 bagian Buffer. Lakukan
pewarnaan dengan larutan Giemsa 20% selama 10–15 menit
Menurut
penelitian Malaya Adianto (2013), pengenceran Giemsa idealnya mempunyai pH 6,0 agar
tidak berpengaruh pada pewarnaan morfologi sel darah. Terlalu asam atau basa akan
bisa menimbulkan masalah, untuk itu diperlukan larutan penyangga atau buffer
supaya asam basanya seimbang.
Fungsi larutan buffer adalah menjadi zat yang
mempertahankan keadaan pH saat sejumlah kecil basa atau asam dimasukkan ke
dalam larutan. pH pengenceran yang rendah atau kurang dari 6,0 mengakibatkan leukosit akan memperlihatkan bagian inti yang
kurang jelas. Syarat pengenceran Giemsa dikatakan baik apabila baru diencerkan,
langsung digunakan untuk mewarnai sediaan hapusan darah. Derajat keasaman
pengenceran hendaknya berada pada pH 6,0 (Depkes RI, 2007).
Perubahan
pH pada larutan pengenceran Giemsa berpengaruh pada sel – sel darah. Faktor
yang menentukan mutu pewarnaan Giemsa antara lain kualitas Giemsa baik dan
tidak tercemar air, pengenceran Giemsa dengan perbandingan tepat, waktu
pewarnaan, ketebalan pewarnaan dan kebersihan sediaan.
Pewarna Giemsa dengan pengenceran 10%
sebagai pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Zat ini
tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang
gelap (Kurniawan, 2010).
Namun
setiap rumah sakit mempunyai standar pengenceran Giemsa yang berbeda untuk pemeriksaan hapusan darah tepi.
Perbedaan ini memungkinkan komposisi pengenceran cat dapat mempengaruhi warna,
ukuran, bentuk sel leukosit, dan kerataan cat pada hapusan darah tepi.
Warna,
ukuran, bentuk inti sel leukosit dapat memberikan hasil yang berbeda sehingga
terjadi perbedaan penilaian hapusan darah tepi dan mendirikan diagnosa
penyakit. Sedangkan kualitas cat semakin baik maka akan memudahkan pembacaan
preparat. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini perlu untuk
dilakukan.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah
ada pengaruh perbandingan pengenceran
Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan
hapusan darah tepi ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hasil
pemeriksaan pengaruh perbandingan pengenceran Giemsa 5%, 10% dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan Hapusan darah tepi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perbandingan pengenceran Giemsa 5%, 10% dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
b. Untuk
menganalisis pengenceran Giemsa 5% terhadap gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
c. Untuk
menganalisis pengenceran Giemsa 10% terhadap gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
d. Untuk
menganalisis pengenceran Giemsa 20% terhadap gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan teori maupun praktikum yang diperoleh
serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya di bidang Hematologi.
2.
Bagi Mahasiswa
Untuk menambah kepustakaan dan bahan informasi khususnya dalam
bidang hematologi, juga sebagai refrensi untuk mahasiswa yang akan mengadakan
penelitian lebih lanjut.
3.
Bagi Institusi Kesehatan
Dapat berguna bagi
tenaga kesehatan sebagai data untuk mengetahui standar pengenceran Giemsa yang
baik digunakan untuk pemeriksaan hapusan darah tepi.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis
nol (Ho) :
Tidak ada pengaruh perbandingan
pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
2. Hipotesis
alternative (Ha) :
Ada pengaruh perbandingan pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan hapusan darah tepi.